Turnamen Nasional
Home > Berita > TURNAMEN INTERNASIONAL > Memoar Djarum Indonesia Open Super Series
30 Juni 2010
Memoar Djarum Indonesia Open Super Series
 
 

Jakarta – Usai sudah hajatan akbar Djarum Indonesia Open Super Series 2010. Hilang sudah teriakan Indonesia, Indonesia, Indonesia di Istora. Tak ada lagi kampung bulutangkis paska semua juara keluar disemua nomor. Lee Chong Wei dan Saina Nehwal berhasil mempertahankan gelar juara. Indonesia kembali puasa gelar.

Banyak kejutan terjadi, gugurnya unggulan-unggulan dan bahkan munculnya beberapa pertandingan yang sulit diprediksi. Markis Kido/Hendra Setiawan harus berhenti di babak kedua, tapi Ana Rovita yang tidak diunggulkan berhasil melaju ke babak semifinal. Begitulah permainan, tak ada yang bisa memprediksikan hasil yang akan keluar.

Selain peristiwa di lapangan yang menarik semua perhatian pecinta bulutangkis, cerita di pinggir lapang pun tak kalah seru. Euforia bulutangkis begitu kental di halaman Istora yang disulap jadi kampung bulutangkis (city of badminton). Penggemar bulutangkis yang berniat menonton pun dimanjakan dengan bervariasinya penjual di halaman Istora.

Mulai dari Bakso Cak’As yang selalu ada di turnamen-turnamen bulutangkis di Senayan, Siomay Bandung, bahkan merk-merk ternama seperti Bakmi GM dan Sour Sally siap memanjakan lidah para pengunjung yang mulai kelaparan karena bersemangat untuk memberikan dukungan.

face painting menjadi salah satu booth paling ramai, bahkan hal ini tak kenal jabatan ataupun strata social. Mulai dari siswa SMP hingga salah satu pejabat tinggi sponsor pun turut serta menggambari wajahnya dengan gambar merah putih.

Kumpulan penggemar bulutangkis pun tak mau ketinggalan, sebut saja Badminton Lovers. Mereka bahkan menyiapkan kaos untuk digunakan saat di Istora, mereka pun mengkoordinasikan tiket satu minggu sebelumnya agar mereka lolos dari calo dalam mendapatkan tiket untuk masuk Istora.

Indrawan, sang ketua, menyatakan bahwa kegiatan ini tak lain adalah wujud dari kecintaan mereka terhadap bulutangkis Indonesia. Kendati prestasi negeri ini sedang terpuruk, mereka tetap memberikan dukungan penuh semangat. “Dengan cara inilah kami mendukung bulutangkis Indonesia,” ungkap Indrawan.

Bulutangkis pun berhasil menembus ras, suku dan bahkan bangsa. Terlihat saat partai final yang mempertemukan Saina Nehwal dan Sayaka Sato, satu rombongan yang terdiri sekitar belasan orang dengan penuh semangat membawa bendera India, dan terus bersorak saat Saina berhasil memperoleh poin. Saina pun mengomentari bahwa hal ini menjadi motivasi tersendiri, “walaupun disini orang India ataupun etnis India nya lebih sedikit dari pada di Malaysia, tapi saya senang dengan kehadiran dan dukungan mereka,” ungkap juara DIOSS dua kali berturut-turut itu.

Indonesia memang terkenal dengan penontonnya yang ramai. Yves Lacroix, fotografer dari badmintonphoto.com pun sontak mengucapkan waw saat nama Taufik Hidayat disebutkan. “Indonesian always loud, and this is what I’m going to miss about being here, the crowd is always loud, hope I will be here every year,” ungkap Yves.

Kehadiran para selebriti ibu kota pun ikut membuktikan bahwa bulutangkis masih menjadi primadona olah raga di Indonesia, rombongan Opera Van Java meramaikan Istora di hari Sabtu, Sule, Nunung, Azis Gagap dan Parto, ikut menyorakan Indonesia dan bahkan Sule pun ikut serak setelah menyaksikan partai semifinal antara Taufik melawan Tien Minh Nguyen.

Ruang pers pun menjadi meriah, saat pemeran OVJ itu ikut meramaikan konfrensi pers antara para pewarta bersama Taufik. Gelak tawa diruang pers ini menjadi hiburan tersendiri bagi para pewarta ditengah-tengah kesibukan mereka memberitakan ajang tahunan akbar ini.
Pemain Opera Van Java di Senayan
“Selamat bisa masuk final, kalau ada raket yang nggak dipake boleh untuk saya,” begitulah kelakar Azis Gagap yang disambut oleh gelak tawa seisi ruangan pers.

Kejadian unik pun terjadi, beberapa wartawan media nasional, mencuri-curi waktu untuk bisa foto bersama para atlet idolnya. Anastassia Ruskkikh dan Saina Nehwal menjadi idola pewarta untuk foto bersama.

Begitulah sedikit cerita di pinggir lapang yang berhasil saya himpun, satu minggu berkantor di Istora, selalu membawa berita, cerita dan mimpi untuk bisa kembali ke GOR itu tahun depan. Sampai jumpa di DIOSS tahun depan, yang akan menjadi salah satu premier Super Series. Semoga kita bisa berjumpa lagi, Salam Olahraga!! Jaya!! (IR)